KOTA TANGERANG, Wolindonesia.id – Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) Rawa Kucing, Kelurahan Kedaung Wetan Kecamatan Neglasari Kota Tangerang sudah hampir tidak mampu menampung volume sampah, ketinggian sampah sudah mencapai 25 meter dengan volume timbunan sampah 1.600 ton sampah setiap harinya.
TPA Rawa Kucing Kota Tangerang sempat mengalami kebakaran berkali-kali, puncaknya terjadi pada hari Jum’at, 20 Oktober 2023 yang lalu, dimana Luas area yang terbakar mencapai 27 hektare atau 80 persen dari total 34,8 hektare lahan TPA. Proses pemadaman berlangsung selama 12 hari. Selama itu pula, pemerintah Kota Tangerang memberlakukan Status Tanggap Bencana Darurat Daerah.
Dengan volume sampah harian yang terus meningkat dan daya tampung TPA Rawa Kucing yang terbatas, bila penanganan TPA Rawa Kucing tidak dikelola dengan baik, masalah sampah menjadi bom waktu yang siap meledak kapanpun di Kota Akhlaqul Karimah.
Kebijakan terintegrasi diperlukan agar volume sampah yang sudah menggunung di TPA Rawa Kucing dapat dikurangi sampai habis. Namun, Sebaik-baiknya pengelolaan TPA Rawa Kucing, pada waktunya TPA ini akan penuh juga. Pengelolaan sampah harus berjalan terintegrasi dari penegakan aturan, pengelolaan dengan teknologi yang tepat dan internalisasi budaya (komunikasi perubahan perilaku).
Berbagai aksi bersih-bersih hanya mampu merelokasi atau memindahkan sampah ke TPA. Maka untuk mengelola sampah yang menggunung di TPA diperlukan langkah konkret yang lebih ekstrem dan tepat guna salahsatunya melalui program Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL).
Sirkular Ekonomi
Sampah yang dapat didaur ulang memiliki potensi sirkular ekonomi. Bank Sampah membantu mengelola sampah yang dapat didaur ulang dan masih memiliki nilai ekonomis. Komposter mengelola sampah rumah tangga dan sampah organik lain yang dapat dijadikan kompos.
Dengan kondisi Kota Tangerang yang darurat sampah, pilihan terbaik adalah pengendalian sampah dari HULU (Program RW Tanpa Sampah melalui Pengelolaan Berbasis Masyarakat) dan pengelolaan sampah di hilir (Proyek PSEL).
Investasi PSEL 2,585 Triliun, Tiping Fee 310 Ribu/Ton Sampah Selama 25 Tahun
Kota Tangerang ditunjuk menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional yang akan melakukan pengelolaan sampah melalui Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) sebagai proyek pengolahan sampah berteknologi ramah lingkungan di Kota Tangerang.
Meskipun PT. Oligo Infrastruktur Indonesia (OII) telah ditetapkan sebagai pemenang Beauty Contest pada 2019 yang lalu, namun secara resmi penandatanganan Kerjasama antara Pemerintah Kota Tangerang dengan anak Perusahaan PT. Oligo Infrastruktur Indonesia (OII) yaitu PT. Oligo Infra Swarna Nusantara (OISN) baru dilangsungkan pada tanggal 9 Maret tahun 2022.
PT Oligo Infrastruktur Indonesia (OII) hanya bertindak sebagai pemegang saham. Yang akan resmi bertindak dan telah menandatangani Perjanjian Kerjasama adalah anak perusahaanya yaitu PT. Oligo Infra Swarna Nusantara (OISN).
Perjanjian Kerjasama yang berlangsung di kantor Kemenko Marives tersebut memiliki nilai Investasi sebesar Rp 2,585 triliun atau setara dengan 184,65 juta dolar AS.
Dalam Proyek PSEL tersebut Pemerintah Kota Tangerang harus membayar tipping fee sebesar Rp310 ribu per ton sampah yang bersumber anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dengan kontrak kerja selama 25 Tahun.
Proyek ini memang menjadi salah satu amanat Peraturan Presiden (Perpres) No.35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan (PSEL) yang berfokus kepada 12 Kota besar di Indonesia salahsatunya Kota Tangerang.
Menimbang adanya ketentuan pembatasan ketinggian bangunan di seluruh wilayah administrasi Kota Tangerang yang termasuk dalam Kawasan Keselamatan dan Operasi Penerbangan (KKOP) Bandar Udara Soekarno Hatta, maka proyek ini akan dikembangkan pada dua lokasi yaitu di lokasi TPA Rawa Kucing dan Jatiuwung.
Untuk lokasi yang di TPA Rawa Kucing akan dibangun sistem pengolahan sampah yang menghasilkan Refused Derived Fuel (RDF) dan fasilitas pengolahan biologis Anaerobic Digester (AD) yang dilengkapi dengan unit pembangkit panas dan listrik dari biogas. Kapasitas pengolahan sampah di TPA Rawa Kucing mampu mencapai 2.200 ton per hari, dan berpotensi membangkitkan daya listrik sampai dengan 13,5 MW.
Kemudian RDF yang dihasilkan di TPA Rawa Kucing digunakan sebagai bahan bakar dari pembangkit listrik thermal yang berada di lokasi kedua, yaitu di Kecamatan Jatiuwung yang dapat membangkitkan tenaga listrik sampai dengan 25 MW.
Keberadaan PSEL di Kota Tangerang memberikan harapan positif dari perspektif pengurangan volume sampah yang selama ini semakin menggunung dan menempatkan Kota Tangerang dalam situasi darurat sampah, hingga mengurangi kebutuhan lahan TPA, mengurangi dampak emisi Gas Rumah Kaca (GRK), serta FABA (Fly Ash and Bottom Ash) yang dapat dimanfaatkan, melalui pengelolaan sampah yang menghasilkan listrik.
PSEL Sulit Capat Target, Addendum atau Lelang Ulang ?
Megaproyek ini ditargetkan akan mulai dibangun secara infrastrukturnya pada Juni tahun 2023 dan siap Beroperasi pada Juni tahun 2025, namun hingga tahun 2024 proyek PSEL diduga ‘stuck’ atau diduga belum adanya Progres infrastruktur atas proyek tersebut.
Pertanyaannya kemudian, apabila Proyek PSEL yang dilaksanakan oleh anak Perusahaan dari PT. Oligo Infrastruktur Indonesia (OII) yaitu PT Oligo Infra Swarna Nusantara (OISN) tidak sesuai dengan yang ditargetkan untuk beroperasi pada *Juni tahun 2025*.
– Apakah masih memungkinkan untuk dilakukan Addendum berupa perubahan atau penambahan penyesuaian target tersebut? atau ;
– Terpaksa harus dilakukan Beauty Contest atau Lelang ulang atas proyek tersebut?
Sebagai masyarakat Kota Tangerang tentu menaruh harapan besar agar Proyek PSEL di Kota Tangerang dapat berjalan sesuai dengan Target yakni Beroperasi pada Juni Tahun 2025.
Penulis : Ade Yunus (Kang Aye)
– Pegiat Lingkungan Hidup
– Ketua Banksasuci Foundation
– Koordinator Presidium Koalisi Aktivis Lingkungan Hidup Kota Tangerang ( Kalung ).